Minggu, 30 September 2012

layang-layang dandang CLUB BATANG KULUR

Dari Wali Kutub sampai Hayam Saungan
Setiap usai panen, masyarakat Desa Batang Kulur Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Kandangan) Kalimantan Selatan biasanya sibuk mempersiapkan permainan musiman mereka. Permainan tradisional itu ialah bermain kalayangan (layang-layang) Dandang dengan ukuran lebar mencapai 4 meter dan panjang 6 meter dilengkapi pula dengan dua buah Kukumbungan.

dandang tiga satria
Kukumbangan adalah media yang mengeluarkan suara terbuat dari satu ruas bambu besar jenis batung berdiameter mencapai 12 cm dengan panjang sekitar 89 cm. semakin besar dan panjang Kukumbangan maka semakin nyaring suara yang dikeluarkannya.
Kukumbangan ditaruh dibahu dandang dan diikat dengan tali, sedangkan bibirnya diarahkan ke depan sehingga bila hembusan angin menerpanya maka keluarlah suara menyerupai bunyi kumbang, berdengung dan bergemuruh. Itulah makanya alat ini disebut kukumbangan.
dandang tiga satria batang kulur
Bambu jenis ini sudah mulai langka dan banyak tumbuh dipegunungan, tak heran kalau harga satu pasang kukumbangan mencapai puluhan sampai ratusan juta rupiah. Konon di Desa Sarang Halang Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan ada yang berminat menukarkan mobil Toyota Avanzanya dengan sepasang kukumbangan, namun si pemilik kukumbangan masih enggan melepasnya. Satu hal yang unik lagi dengan kukumbangan adalah usianya yang mencapai tiga puluhan tahun.
Rangka dandang dibuat dari bambu tua pilihan yang dikeringkan bahkan ada yang merendamnya lebih dahulu ke dalam air lumpur beberapa bulan agar bambu menjadi kuat dan tidak mudah dimakan kumbang maupun rayap. Untuk membuat sebuah dandang diperlukan waktu hampir satu minggu dengan biaya ratusan ribu sampai jutaan rupiah tergantung ukuran dandang.
dandang noah kukumbangan hayam saungan
Tubuh dandang terbagi ke dalam empat bagian, pertama bagian paling atas disebut dengan patuk (kepala), kedua awak (badan) ketiga papat (sejenis kaki) dan keempat buntut (ekor) dari kain panjang sehingga akan meliuk-liuk bila ditiup angin ketika ‘diterbangkan’. Rangka dandang yang sudah dibentuk dengan ikatan tali-tali untuk memperkuatnya kemudian dilapisi dengan kertas atau plastik sehingga terbentuklah dandang yang utuh. Disetiap ujung dari dandang tersebut digantungi rumbai (kertas atau plastik yang sudah digunting menyerupai tali) sebagai hiasannya.
Uniknya lagi masing-masing dandang dan kukumbangannya punya nama tersendiri, misalnya, Wali Kutub,Banteng Amuk (1962), Sangkuh Tabalong,Tiga Satria, Hayam Saungan (sejak 1972),  Sukma, Macan Tutul, Kuda Lumping (sejak 1972) sampai Separuh Aku NOAH dan masih banyak nama unik lainnya.

Keunikan lainnya adalah kekompakkan para pecinta layang-layang ini yang banyak tersebar di dua daerah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Kandangan) dan Kabupaten Tapin (Rantau), berjarak sekitar 130 km dari Banjarmasin, ibukota Kalimantan Selatan. Masyarakat dua daerah ini biasanya mengadakan event badandang (bermain layang-layang dandang) disepanjang musim kemarau, biasanya diselenggarakan disetiap usai panen padi. Undangan badandang disampaikan dari mulut ke mulut atau dengan selebaran yang ditempel di tempat umum, warung teh dan sebagainya, siapapun yang berminat untuk menyaksikannya tidak dipungut biaya sepeserpun.
Setiap event badandang dihadiri ratusan dandang dan masyarakat untuk menyaksikannya dihibur dengan lantunan syair Japin Banjar.
Acara akan semakin meriah kalau angin berhembus deras, masing-masing si empunya dandang mempersiapkan dandangnya untuk diterbangkan, ditarik dengan seutas tali panjang oleh satu atau beberapa orang (untuk dandang yang besar) dengan satu atau dua orang meanjung (mengarahkan kepala dandang ke atas) dengan terlebih dahulu mengikuti aba-aba teman lainnya.  Setengah jam kemudian maka akan terdengar bunyi kukumbangan yang saling bersahutan, bergemuruh dan bisa didengarkan sampai puluhan kilometer.
Saking banyaknya peserta yang mengikutinya tidak jarang ada saja tali-tali dandang tersebut saling terkait sehingga menyebabkan dandangnya oleng dan jatuh ke tanah dan mengundang gelak tawa para penonton, namun semangat mereka untuk meundak (menerbangkannya) kembali tidak pernah hilang, inilah salah satu keunikannya lagi.
Tradisi Badandang akan terus turun temurun dalam masyarakat Banjar khususnya Kandangan dan Rantau dengan semangat kebersamaan, kekeluargaan, rakat mufakat dan ruhui rahayu sampai tuntung pandang dilandasi oleh jiwa Waja Sampai Kaputing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar